Kriteria diagnosa klinik efusi pleura karena Mycobacterium tuberculosis :
Efusi pleura dengan Rivalta positif,
Didukung oleh salah satu dari hal-hal di bawah ini :
Mantoux test positif kuat,
BTA sputum positif, dan
Gambaran radiologi tuberkulosis paru positif.
Hasil visualisasi pemeriksaan BTA dan PCR cairan pleura
Hasil-hasil foto pada pemeriksaan BTA dan PCR pada cairan pleura dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan 2.2. Pada gambar 2.1 merupakan hasil BTA positif ditunjukkan dengan arah panah, dimana ciri basil tersebut tampak ada warna kemerah-merahan sedang pada BTA negatif tidak tampak warna merah atau bersih.
Hasil visualisasi PCR (terlihat pada Gambar 3) dimana kuman M. tuberkulosis
pada sumuran menunjukkan nilai Bp.
Setelah suhu denaturasi dinaikkan menjadi 96 C dan suhu ekstensi 73,4 C maka hasil visualisasi band tampak jelas karena ensim yang bekerja seperti DNA polymerase, d-NTP dan Taq DNA polymerase sudah tepat atau mendekati optimum 75 - 80 C (Erlich, 1990 dan Innis, et al, 1990).
Gambar 3. Hasil visualisasi PCR pada kuman
M. tuberculosis, tb positif amplifikasi I, tb positif amplifikasi II, tb negatif, sampel isolat tb (kontrol)
Keterangan:
Sumuran 1 : Low DNA mass ladder.
Sumuran 2 : Tb. positif, amplifikasi I = 114 Bp
Sumuran 3 : Tb. positif, amplifikasi I = 114 Bp
Sumuran 4 : Tb. positif, amplifikasi II = 114 Bp Sampel Cair
Sumuran 5 : Tb. positif, amplifikasi II = 114 Bp
Sumuran 6 : Tb negatif.
Sumuran 7 : Amplifikasi I sampel isolat = 114 Bp
Sumuran 8 : Low DNA mass ladder
Diagnosa Banding
Lymphoma
Tampak opacification paru-paru kanan, khususnya daerah lobus bagian atas. Sebagian besar bronchi dapat dilihat, tetapi lebih kabur dibandingkan tanda khas udara-bronchogram. Pada gambar juga terlihat nodular disepanjang garis bronchi. Ada satu yang tidak jelas pada sub-paru-paru nodule di sela iga ke-3 depan tulang rusuk dengan tambahan nodule pada sela iga ke-4 dari tulang rusuk.
Encysted Pleural Effusion
Jantung tampak lebih besar hingga separuh garis tengah paru, tetapi volume paru normal. Fisura horisontal kelihatan pada daerah hitam bagian atas sela iga 3 dan meluas ke sebelah kanan hilum. Hilum yang kiri tertekan
Mesothelioma pada asbestosis
Volume paru bertambah besardan tampak beberapa nodular di daerah mid-zona sebelah kiri
Actinomycosis
Bayang-Bayang mungkin suatu kombinasi konsolidasi dan massa jaringan lunak. Gas dapat dilihat pada extra-pulmonary jaringan tersebut
Pengobatan
Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap penyebabnya. Jika jumlah cairannnya banyak, sehingga menyebabkan penekanan maupun sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul).
Cairan bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebuah jarum (atau selang) dimasukkan ke dalam rongga pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter.
Jika jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah selang melalui dinding dada.
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi). Pada tuberkulosis atau koksidioidomikosis diberikan terapi antibiotik jangka panjang.
Pengumpulan cairan karena tumor pada pleura sulit untuk diobati karena cairan cenderung untuk terbentuk kembali dengan cepat. Pengaliran cairan dan pemberian obat antitumor kadang mencegah terjadinya pengumpulan cairan lebih lanjut. Jika pengumpulan cairan terus berlanjut, bisa dilakukan penutupan rongga pleura. Seluruh cairan dibuang melalui sebuah selang, lalu dimasukkan bahan iritan (misalnya larutan atau serbuk doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan ini akan menyatukan kedua lapisan pleura sehingga tidak lagi terdapat ruang tempat pengumpulan cairan tambahan. Jika darah memasuki rongga pleura biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase).
Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran getah bening.
http://medicastore.com/med/detail_pyk.php?idktg=2&iddtl=147&UID=20070205203339125.162.42.243
Showing posts with label efusi pleura. Show all posts
Showing posts with label efusi pleura. Show all posts
Wednesday, August 5, 2009
efusi pleura 3
Gambaran Radiologik
Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam menentukan faktor penyebabnya(2,3).
( Efusi pleura kiri
Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dengan batas atas yang cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan jumlah yang sedikit hanya akan memberikan gambaran berupa penumpulan sudut kostofrenikus(1,7).
Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto toraks yang dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru dapat terlihat jelas apabila cairan efusi lebih dari 300 ml(3). Apabila cairan tidak tampak pada foto postero-anterior (PA), maka dapat dibuat foto pada posisi dekubitus lateral(1,2,3,7).
DIAGNOSA
Diagnosa konvensional efusi pleura selama ini adalah dengan gejala klinik, radiologi dan laboratorium (rivalta, BTA/kultur sputum dan tes mantoux). Kelemahan diagnosa di atas, hasil rivalta positif yang diduga karena penyebab selain infeksi tuberkulosis misalnya; haemoptu, pneumoni, tumor dan infark paru (Light, 1988). Berdaarkan laporan Light (1988) diketahui bahwa hasil kultur pada efusi pleura tuberkulosis kurang dari separuhnya positif, sedang oleh Kamholz (1996) dilaporkan bahwa hasil kultur hanya 30 persen positif. Rendahnya hasil tersebut diduga karena jumlah basil pada cairan pleura kurang dari 10 bak teri/ml bahan (Joklik et al., 1992).
Pemeriksaan M. tuberculosis pada cairan pleura dengan cara pewarnaan dan lkultur belum ada publikasi.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa efusi pleura tuberkulosis adalah diagnosa molekuler atau dikenal dengan polymerase chain reaction (PCR). merupakan proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi urutan nukleotida secara in vitro (Retnoningrum, 1997) Grody (1994) menyatakan bahwa PCR adalah cara yang sangat ideal untuk mendeteksi patogen, karena PCR sangat cepat dan sensitif. Selain itu dengan pemilihan primer yang spesifik untuk patogen tertentu, tehnik ini mempunyai spesifikasi yang tinggi. Oleh Schluger (1996) dinyatakan tehnik PCR lebih cepat untuk mendeteksi basil tuberkulosis dibandingkan dengan kultur.
Pada prosedur kultur waktu isolasi dan indentifikasi lamanya 4-8 minggu serta jumlah organisme minimal 5.000 - 10.000 per cc.
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara pernafasan. Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut :
Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan dalam rongga pleura.
CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
Analisa cairan pleura
Bronkoskopi,
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
Aspirasi Cairan Pleura
Selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik(2,3). Aspirasi cairan (torakosentesis) dapat dilakukan sebagai berikut : penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan di atas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah sedikit medial dari ujung skapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup. Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum berukuran besar, misalnya nomer 18.
Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan jarum
terlampau rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal(2). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan makroskopik dan sitologik pada cairan yang diperoleh(1,6).
Pemeriksaan Cairan Pleura
Cairan efusi pleura pada umumnya merupakan suatu eksudat serta lazim bersifat hemoragik(1,3). Kadar protein pada umumnya tinggi (lebih dari 3 g/dl), demikian juga kadar LDH (di atas 200 UI). Kadar glukosa kurang dari 60 mg/dl, jumlah eosinofil meningkat, jumlah limfosit pada hitung jenis leukosit 50% atau lebih, dan jumlah eritrosit lebih dari 100.000/ ml(2,4).
Pemeriksaan sitologik cairan pleura memiliki arti yang amat penting dalam menegakkan diagnosis efusi pleura. Pada setiap penderita yang dicurigai mengidap efusi pleura, pemeriksaan sitologik cairan pleura merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan pertama kali(6). Ketepatan diagnosis pemeriksaan ini mencapai 60% dari semua penderita dan apabila dilakukan tiga kali, angka yang dicapai sekitar 80-90%(4,6).
Kriteria diagnosa klinik efusi pleura karena Mycobacterium tube
Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam menentukan faktor penyebabnya(2,3).
( Efusi pleura kiri
Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dengan batas atas yang cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan jumlah yang sedikit hanya akan memberikan gambaran berupa penumpulan sudut kostofrenikus(1,7).
Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto toraks yang dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru dapat terlihat jelas apabila cairan efusi lebih dari 300 ml(3). Apabila cairan tidak tampak pada foto postero-anterior (PA), maka dapat dibuat foto pada posisi dekubitus lateral(1,2,3,7).
DIAGNOSA
Diagnosa konvensional efusi pleura selama ini adalah dengan gejala klinik, radiologi dan laboratorium (rivalta, BTA/kultur sputum dan tes mantoux). Kelemahan diagnosa di atas, hasil rivalta positif yang diduga karena penyebab selain infeksi tuberkulosis misalnya; haemoptu, pneumoni, tumor dan infark paru (Light, 1988). Berdaarkan laporan Light (1988) diketahui bahwa hasil kultur pada efusi pleura tuberkulosis kurang dari separuhnya positif, sedang oleh Kamholz (1996) dilaporkan bahwa hasil kultur hanya 30 persen positif. Rendahnya hasil tersebut diduga karena jumlah basil pada cairan pleura kurang dari 10 bak teri/ml bahan (Joklik et al., 1992).
Pemeriksaan M. tuberculosis pada cairan pleura dengan cara pewarnaan dan lkultur belum ada publikasi.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa efusi pleura tuberkulosis adalah diagnosa molekuler atau dikenal dengan polymerase chain reaction (PCR). merupakan proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi urutan nukleotida secara in vitro (Retnoningrum, 1997) Grody (1994) menyatakan bahwa PCR adalah cara yang sangat ideal untuk mendeteksi patogen, karena PCR sangat cepat dan sensitif. Selain itu dengan pemilihan primer yang spesifik untuk patogen tertentu, tehnik ini mempunyai spesifikasi yang tinggi. Oleh Schluger (1996) dinyatakan tehnik PCR lebih cepat untuk mendeteksi basil tuberkulosis dibandingkan dengan kultur.
Pada prosedur kultur waktu isolasi dan indentifikasi lamanya 4-8 minggu serta jumlah organisme minimal 5.000 - 10.000 per cc.
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara pernafasan. Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut :
Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan dalam rongga pleura.
CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
Analisa cairan pleura
Bronkoskopi,
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
Aspirasi Cairan Pleura
Selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik(2,3). Aspirasi cairan (torakosentesis) dapat dilakukan sebagai berikut : penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan di atas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah sedikit medial dari ujung skapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup. Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum berukuran besar, misalnya nomer 18.
Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan jarum
terlampau rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal(2). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan makroskopik dan sitologik pada cairan yang diperoleh(1,6).
Pemeriksaan Cairan Pleura
Cairan efusi pleura pada umumnya merupakan suatu eksudat serta lazim bersifat hemoragik(1,3). Kadar protein pada umumnya tinggi (lebih dari 3 g/dl), demikian juga kadar LDH (di atas 200 UI). Kadar glukosa kurang dari 60 mg/dl, jumlah eosinofil meningkat, jumlah limfosit pada hitung jenis leukosit 50% atau lebih, dan jumlah eritrosit lebih dari 100.000/ ml(2,4).
Pemeriksaan sitologik cairan pleura memiliki arti yang amat penting dalam menegakkan diagnosis efusi pleura. Pada setiap penderita yang dicurigai mengidap efusi pleura, pemeriksaan sitologik cairan pleura merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan pertama kali(6). Ketepatan diagnosis pemeriksaan ini mencapai 60% dari semua penderita dan apabila dilakukan tiga kali, angka yang dicapai sekitar 80-90%(4,6).
Kriteria diagnosa klinik efusi pleura karena Mycobacterium tube
Labels:
efusi pleura,
gambaran radiologi,
penyakit,
soal ukdi
efusi pleura 2
ETIOLOGI
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan membungkus paru-paru). Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda, yaitu :
1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung kongestif.
2. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.
Di Indonesia penyebab utama efusi pleura yang terbanyak adalah tuberkulosis dan kemudian disusul oleh keganasan (Amin,dkk.1989). Di NTB prevalensi kasus tuberkulosis paru adalah 4070 kasus atau 110 per 100.000 penduduk (Gerudug, 1999).
Dari hasil pencatatan di Rumah Sakit Umum Mataram selama kurun waktu 6 bulan (Oktober 1999 sampai Maret 2000), dilaporkan pasien poli paru yang datang 513 kasus (tuberkulosis, haemoptu dan pneumonia). Penderita dengan efusi pleura hanya 9 kasus (1,7%).
Penyebab lain dari efusi pleura adalah :
Gagal jantung
Kadar protein darah yang rendah
Sirosis
Pneumonia
Blastomikosis
Koksidioidomikosis
Tuberkulosis
Histoplasmosis
Kriptokokosis
Abses dibawah diafragma
Artritis rematoid
Pankreatitis
Emboli paru
Tumor
Lupus eritematosus sistemik
Pembedahan jantung
Cedera di dada
Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin, klorpromazin, nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin)
Pemasanan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
Patogenesis
Cairan pelicin yang terdapat di dalam rongga pleura individu normal dihasilkan oleh suatu anyaman pembuluh kapiler permukaan pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan pembuluh getah bening pleura viseralis dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan pembentukannya. Oleh karena itu, gangguan apapun yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan proses pembentukan cairan ini akan menimbulkan penimbunan cairan secara patologik di dalam rongga pleura(3,7).
Beberapa faktor yang berperanan dalam patogenesis efusi pleura keganasan adalah(4) :
1. infiltrasi sel-sel secara langsung pada pleura,
2. penyumbatan pembuluh getah bening atau vena,
3. penyumbatan bronkus disertai dengan atelektasis,
4. pneumonia pasca-obstruksi yang disertai dengan efusi parapneumonik,dan
5. hipoproteinemia yang berat.
Di samping itu, cairan asites keganasan juga dapat mengalir secara langsung ke dalam rongga pleura melalui pembuluh getah bening atau suatu lubang makroskopik pada diafragma(3,6).
Patofisiolgi
Efusi pleura adalah suatu indikator proses patologi yang mungkin berhubungan dengan paru-paru atau dari sistem organ/ bagian tubuh yang lain atau penyakit sistemik. Mungkin terjadi pengaturan penyakit kronis atau akut.
Cairan pleura normal mempunyai karakteristik sebagai berikut: ultrafiltrasi plasma, pH 7.60-7.64, kandungan protein kurang dari 2% ( 1-2 g/dL), lebih sedikit dibanding 1000 milimeter WBCS berbentuk kubus, glukosa yang jumlahnya sama dengan plasma, laktat dehydrogenase ( LDH) kurang dari 50% plasma dan sodium, konsentrasi kalium dan zat kapur serupa dengan cairan interstitial.
Fungsi cairan pleura prinsipnya adalah untuk menyediakan suatu permukaan bebas terhadap gesekan kedua pleura sebagai jawaban atas perubahan volume paru-paru dan pernapasan. Mekanisme yang berikut berperanan dalam pembentukan efusi pleura :
Permiabilitas yang diubah oleh selaput pleural ( misalnya, proses inflamasi, penyakit neoplastik, pulmonary embolus)
Pengurangan dalam tekanan onkotik intravascular ( misalnya, hypoalbuminemia, sirosis hepatik)
Peningkatan permiabilitas kapiler atau gangguan vaskuler ( misalnya, trauma, penyakit neoplastik, infeksi, infark paru, hipersensitif terhadap obat, uremia, pancreatitis)
Tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat dalam peredaran paru-paru dan/atau yang systemic ( Congestive Kegagalan [hati/jantung], sindroma vena cava superior
Tekanan hidrostatik kapiler meningkat pada sistemik dan sirkulasi paru-paru.
Berkurangnya tekanan pada ruang pleura misalnya pada atelektasis ekstensif, mesothelioma
Cairan yang meningkat dalam rongga peritoneal, bermetastase ke sembarang rongga yang mengandung getah bening misalnya, sirosis hepatis, dialisis peritoneal.
Pergerakan cairan dari udem paru berhubungan dengan pleura visceral
Penyebab iatrogenik seperti central line misplacement.
Manifestasi Klinis
Pada anamnesis lazim ditemukan keluhan nyeri dada dan sesak (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya). Rasa nyeri membuat penderita membatasi pergerakan rongga dada dengan bernafas dangkal atau tidur miring ke sisi yang sakit. Sesak nafas dapat ringan atau berat, tergantung pada proses pembentukan efusi, jumlah cairan efusi pleura, dan kelainan yang mendasari timbulnya efusi.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan :
batuk
cegukan
pernafasan yang cepat
nyeri perut.
Gambaran Radiologik
Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam menentukan faktor penyebabnya(2,3).
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan membungkus paru-paru). Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda, yaitu :
1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung kongestif.
2. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.
Di Indonesia penyebab utama efusi pleura yang terbanyak adalah tuberkulosis dan kemudian disusul oleh keganasan (Amin,dkk.1989). Di NTB prevalensi kasus tuberkulosis paru adalah 4070 kasus atau 110 per 100.000 penduduk (Gerudug, 1999).
Dari hasil pencatatan di Rumah Sakit Umum Mataram selama kurun waktu 6 bulan (Oktober 1999 sampai Maret 2000), dilaporkan pasien poli paru yang datang 513 kasus (tuberkulosis, haemoptu dan pneumonia). Penderita dengan efusi pleura hanya 9 kasus (1,7%).
Penyebab lain dari efusi pleura adalah :
Gagal jantung
Kadar protein darah yang rendah
Sirosis
Pneumonia
Blastomikosis
Koksidioidomikosis
Tuberkulosis
Histoplasmosis
Kriptokokosis
Abses dibawah diafragma
Artritis rematoid
Pankreatitis
Emboli paru
Tumor
Lupus eritematosus sistemik
Pembedahan jantung
Cedera di dada
Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin, klorpromazin, nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin)
Pemasanan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
Patogenesis
Cairan pelicin yang terdapat di dalam rongga pleura individu normal dihasilkan oleh suatu anyaman pembuluh kapiler permukaan pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan pembuluh getah bening pleura viseralis dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan pembentukannya. Oleh karena itu, gangguan apapun yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan proses pembentukan cairan ini akan menimbulkan penimbunan cairan secara patologik di dalam rongga pleura(3,7).
Beberapa faktor yang berperanan dalam patogenesis efusi pleura keganasan adalah(4) :
1. infiltrasi sel-sel secara langsung pada pleura,
2. penyumbatan pembuluh getah bening atau vena,
3. penyumbatan bronkus disertai dengan atelektasis,
4. pneumonia pasca-obstruksi yang disertai dengan efusi parapneumonik,dan
5. hipoproteinemia yang berat.
Di samping itu, cairan asites keganasan juga dapat mengalir secara langsung ke dalam rongga pleura melalui pembuluh getah bening atau suatu lubang makroskopik pada diafragma(3,6).
Patofisiolgi
Efusi pleura adalah suatu indikator proses patologi yang mungkin berhubungan dengan paru-paru atau dari sistem organ/ bagian tubuh yang lain atau penyakit sistemik. Mungkin terjadi pengaturan penyakit kronis atau akut.
Cairan pleura normal mempunyai karakteristik sebagai berikut: ultrafiltrasi plasma, pH 7.60-7.64, kandungan protein kurang dari 2% ( 1-2 g/dL), lebih sedikit dibanding 1000 milimeter WBCS berbentuk kubus, glukosa yang jumlahnya sama dengan plasma, laktat dehydrogenase ( LDH) kurang dari 50% plasma dan sodium, konsentrasi kalium dan zat kapur serupa dengan cairan interstitial.
Fungsi cairan pleura prinsipnya adalah untuk menyediakan suatu permukaan bebas terhadap gesekan kedua pleura sebagai jawaban atas perubahan volume paru-paru dan pernapasan. Mekanisme yang berikut berperanan dalam pembentukan efusi pleura :
Permiabilitas yang diubah oleh selaput pleural ( misalnya, proses inflamasi, penyakit neoplastik, pulmonary embolus)
Pengurangan dalam tekanan onkotik intravascular ( misalnya, hypoalbuminemia, sirosis hepatik)
Peningkatan permiabilitas kapiler atau gangguan vaskuler ( misalnya, trauma, penyakit neoplastik, infeksi, infark paru, hipersensitif terhadap obat, uremia, pancreatitis)
Tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat dalam peredaran paru-paru dan/atau yang systemic ( Congestive Kegagalan [hati/jantung], sindroma vena cava superior
Tekanan hidrostatik kapiler meningkat pada sistemik dan sirkulasi paru-paru.
Berkurangnya tekanan pada ruang pleura misalnya pada atelektasis ekstensif, mesothelioma
Cairan yang meningkat dalam rongga peritoneal, bermetastase ke sembarang rongga yang mengandung getah bening misalnya, sirosis hepatis, dialisis peritoneal.
Pergerakan cairan dari udem paru berhubungan dengan pleura visceral
Penyebab iatrogenik seperti central line misplacement.
Manifestasi Klinis
Pada anamnesis lazim ditemukan keluhan nyeri dada dan sesak (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya). Rasa nyeri membuat penderita membatasi pergerakan rongga dada dengan bernafas dangkal atau tidur miring ke sisi yang sakit. Sesak nafas dapat ringan atau berat, tergantung pada proses pembentukan efusi, jumlah cairan efusi pleura, dan kelainan yang mendasari timbulnya efusi.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan :
batuk
cegukan
pernafasan yang cepat
nyeri perut.
Gambaran Radiologik
Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam menentukan faktor penyebabnya(2,3).
Labels:
efusi pleura,
etiologi,
penyakit,
radiologi,
ukdi soal
efusi pleura
EFUSI PLEURA
Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit(1,2). Pada keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernafasan(3.4).
Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non-tuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah Ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif(2,3,5). Di negana-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negana yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis(2,4). Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara(1). Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik( 6). Sementana 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura(4).
DEFINISI
Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi dan eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada. Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua lapisan pleura. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.
Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura), biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah :
Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
Gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
Empiema (nanah di dalam rongga pleura), bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema bisa merupakan komplikasi dari :
Pneumonia
Infeksi pada cedera di dada
Pembedahan dada
Pecahnya kerongkongan
Abses di perut.
Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada), disebabkan oleh suatu cedera pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor.
Rongga pleura yang terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi karena efusi pleura menahun yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis rematoid.
Anatomi
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat.
Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah.
Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon.
Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.
ETIOLOGI
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan membungkus paru-paru). Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda, yaitu :
1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung kongestif.
2. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.
Di Indonesia penyebab utama efusi pleura yang terbanyak adalah tuberkulosis dan kemudian disusul oleh keganasan (Amin,dkk.1989). Di NTB prevalensi kasus tuberkulosis paru
Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit(1,2). Pada keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernafasan(3.4).
Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non-tuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah Ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif(2,3,5). Di negana-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negana yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis(2,4). Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara(1). Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik( 6). Sementana 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura(4).
DEFINISI
Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi dan eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada. Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua lapisan pleura. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.
Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura), biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah :
Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
Gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
Empiema (nanah di dalam rongga pleura), bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema bisa merupakan komplikasi dari :
Pneumonia
Infeksi pada cedera di dada
Pembedahan dada
Pecahnya kerongkongan
Abses di perut.
Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada), disebabkan oleh suatu cedera pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor.
Rongga pleura yang terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi karena efusi pleura menahun yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis rematoid.
Anatomi
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat.
Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah.
Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon.
Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.
ETIOLOGI
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan membungkus paru-paru). Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda, yaitu :
1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung kongestif.
2. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.
Di Indonesia penyebab utama efusi pleura yang terbanyak adalah tuberkulosis dan kemudian disusul oleh keganasan (Amin,dkk.1989). Di NTB prevalensi kasus tuberkulosis paru
Labels:
batuk,
efusi pleura,
paru paru basah,
pengobatan,
penyakit,
sesak,
ukdi soal
Subscribe to:
Posts (Atom)